Berita-rakyat.co.id, Jakarta — Potensi penerimaan pajak karbon di Indonesia pada 2025 mencapai angka fantastis: Rp23,65 triliun hingga Rp51 triliun, bahkan bisa lebih jika termasuk izin karbon (Rp145 triliun per tahun). Angka ini mengemuka di tengah perdebatan strategi penanggulangan krisis iklim. Beyrra Triasdian, Pengampanye Energi Terbarukan Trend Asia, mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas. "Sudah saatnya Presiden Prabowo membalikkan kebijakan merusak lingkungan dan melindungi warga dari dampak cuaca ekstrem dengan memungut pajak dari industri penghasil emisi," tegas Beyrra dalam keterangannya, Jumat (22/11/2024).
Baca Juga
Beyrra mempertanyakan efektivitas perdagangan karbon berbasis pasar. Ia menilai mekanisme ini justru membebani masyarakat lokal. "Regulasi kita sudah memfasilitasi pengenaan pajak karbon dengan potensi jauh lebih besar daripada target pasar. Alih-alih mendorong energi terbarukan, solusi palsu ini hanya akan menjebak Indonesia dalam greenwashing," lanjutnya. Menurutnya, pajak karbon terbukti efektif mendorong perusahaan untuk beralih ke praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan.
Amalya Reza, Manajer Kampanye Bioenergi Trend Asia, menambahkan kritik tajam. Ia menyoroti kebijakan pemerintah yang terkesan membiarkan kerusakan hutan terus terjadi, baik untuk program transisi energi (co-firing biomassa) maupun proyek strategis nasional seperti food estate di Papua dan kawasan industri hilirisasi di timur Indonesia. Amalya menilai penjualan karbon sebagai kampanye semata, tanpa aksi nyata melindungi lingkungan. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang prioritas pemerintah dalam mengatasi krisis iklim dan apakah pendekatan non-pasar, seperti pajak karbon yang lebih efektif, akan diprioritaskan.
Tinggalkan komentar