Berita-rakyat – Pemerintah dikabarkan menggelontorkan dana puluhan miliar rupiah untuk memoles citra Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk menutupi opini publik yang tajam terhadap Jokowi belakangan ini.

Baca Juga
"Dia berusaha menutupi opini publik yang tajam," ungkap Hasrullah, Pakar Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin, kepada Berita-rakyat.

Hasrullah menilai, Jokowi menyadari citranya di masyarakat tidak lagi sebaik dulu. Sebelum lengser pada 20 Oktober mendatang, ia berusaha memperbaiki citra yang tercoreng.
Opini publik terhadap Jokowi saat ini sangat kritis. Bahkan muncul wacana untuk memeriksa dan memenjarakan Jokowi setelah masa jabatannya berakhir.
Hasrullah mencontohkan, sejumlah tokoh seperti Said Didu, Amin Rais, Refly Harun, Faizal Assegaf, Abraham Samad, dan lainnya, berkumpul pada 14 Oktober lalu dalam agenda Silaturrahmi Kebangsaan. Mereka menuntut agar Jokowi diadili.
"Jadi ini adalah counter opini sebenarnya," tegas Hasrullah.
"Dia menyadari opini publik terhadap dirinya tidak bagus. Di akhir masa jabatannya ini dia mengalami musibah," tambahnya.
Tekanan publik ini, menurut Hasrullah, terjadi karena efek halo. Citra Jokowi yang dikenal publik di awal karier politiknya, berbeda dengan saat ini.
Sebelum menjabat sebagai Presiden, Jokowi dikenal sebagai sosok merakyat. Berita-berita yang beredar di media tentang dirinya kala itu sangat positif.
Namun, sejumlah faktor seperti dinasti politik dan proyek ambisius seperti Ibu Kota Nusantara (IKN), telah mengubah persepsi publik terhadap Jokowi.
"Dalam komunikasi politik ini disebut efek halo," jelas Hasrullah.
Tinggalkan komentar