Berita-rakyat melaporkan, pembatalan pameran lukisan Yos Suprapto, bertajuk ‘Kebangkitan Tanah Untuk Kedaulatan Pangan’, menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Amnesty Internasional Indonesia. Peristiwa ini terjadi di tengah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, dan menimbulkan pertanyaan serius tentang kebebasan berekspresi di Indonesia.
Baca Juga
Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menyatakan penyesalannya atas pemberedelan tersebut. Ia menekankan bahwa hak setiap individu untuk mencari, menyebarluaskan informasi dan gagasan, termasuk melalui karya seni, merupakan hak fundamental yang dilindungi hukum. "Kebebasan artistik merupakan hak asasi manusia," tegas Usman dalam diskusi ‘Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan’ di Jakarta, Minggu (22/12). Menurutnya, pemberedelan karya seni, khususnya di ranah artistik, jauh dari alasan-alasan yang biasanya digunakan untuk pembatasan tersebut.
Usman menambahkan, pembatalan pameran seperti ini lazim terjadi di negara-negara otoriter atau totaliter. Ia mengidentifikasi tiga motif utama pemberedelan karya seni di negara-negara tersebut: ancaman terhadap stabilitas politik, pelanggaran norma agama, dan pelanggaran norma sosial. Mengacu pada pengalaman Indonesia di masa Orde Baru, Usman menyoroti bahwa pembatasan karya seni seringkali didasarkan pada alasan-alasan politik dan stabilitas pemerintahan. Dengan demikian, pemberedelan pameran Yos Suprapto menimbulkan kekhawatiran akan kemunduran demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Tinggalkan komentar